Wednesday, December 20, 2006

Mengajar Kelas Grup





Hari Senin adalah hari berat.
Pagi mengajar di kampus.
Siang mengajar piano di kursus musik.
Sebetulnya kalau mengajar kelas private tidak terlalu berat. Seringnya aku mengantuk.
Tapi tantangan terbesar adalah mengajar di kelas grup. Dan grupnya grup hari Senin jam 4 sore.
Kelas selalu gaduh. Kelas selalu tidak bisa tenang. Selalu ada dua anak itu yang membuat ribut.
Reihana dan Bram. Perempuan dan laki. Kelas 2 dan kelas 4.
Yang perempuan, tomboy, pede dan cerewet. Yang laki, jail, usil dan nggak bisa konsentrasi.
Kelas dengan 8 orang anak, dan 2 diantaranya biang kerok.
Anak-anak sekarang kurang santun dibandingkan dengan anak-anak dijamanku.
Seringkali aku berpikir, apakah aku ini kurang berwibawa atau anak-anak yang kurang ajar.
Tapi, kenapa di kelas grup hari Jum'at atau Sabtu bisa tertib dan sopan ?
Tak heran kalau kelas grup Senin yang semula gurunya Hesti ditawarkan ke aku.
Hampir semua guru sudah tahu, tidak mudah mengatasi kelas grup Senin ini.
Sebetulnya ada cara ampuh yaitu memisahkan 2 anak tersebut.
Tetapi tidak mudah. Karena biasanya jadwal mereka sehari-hari sudah padat.
Sehingga hari dan waktu les sangat terbatas dan ketat.

Pada suatu hari aku punya ide. Hari Senin ini aku mau bawa kamera.
Kelas aku foto. Begitu tahu bahwa aktifitas mereka direkam oleh kamera. Aneh, mendadak mereka menjadi sopan dan tertib.
Aku nggak tahu ilmu psikologi. Ternyata kiat tersebut cukup ampuh.
Wah, jadi sulit menunjukkan kenakalan mereka ke guru-guru lain.

Jadi, selain menyiapkan materi teori untuk anak-anak, kamera harus aku siapkan juga.

Ryan

Namanya Ryan. Umur 14, kelas 2 SMP
Ibunya ngotot banget supaya anaknya jadi muridku di tempat les piano.
Coba tes dulu, katanya udah pernah les, kemampuannya udah sampai mana.
Dia main dari buku Alfred, level 4. Kemudian dari GPS grade 1.
Kelihatannya kemampuannya lumayan.
Denger ceritanya, lesnya udah lama, ada kira-kira 4 tahun.
Aku coba kasih lagu Spinning Song dari Elmenreich.
Lagu ini kelihatan susah, karena panjang dan notnya tampak keriting.
Sebelumnya aku jelasin dulu ke Ryan tentang lagu itu.
Kita analisa, kasih tahu bahwa lagu ini tidak sulit.
Diulang-ulang setiap 4 bar. Hanya sedikit variasi di bar ke 4.
Ritmenya untuk L.H, not 1/8 di C lalu di F. Untuk R.H., not 1/16, 1-2-3-4.
Formnya A-B-A. Lalu ada ending. Jadi sebetulnya lagunya nggak panjang.
Udah deh. Gampang kan.

Lalu dia coba lagunya. Langsung bisa.
Ibunya nungguin di kelas, ngeliat dari belakang.
Diem aja. Sepertinya OK aja sih.

Ibunya tahu aku dari my younger sister. Adikku psikolog yang punya sekolah autis.
Anaknya alias keponakanku autis. Adikku sering jadi konsultan kalau ada workshop autis.
Nah, katanya Ryan autis.

Di kelas grup. Aku kasih soal. Ternyata dia hafal semua kord-kord.
Lumayan bisa membedakan kord mayor dan minor.
Tapi......... tunggu dulu....... dia nulis-nulis apa sih.
Ternyata, disehelai kertas dia menulis seluruh nama-nama penyanyi pop Indonesia.
Lengkap dan rapi.
Lalu beberapa baris di bawahnya, ada tulisan merk kaset lengkap dengan tahun,
nama rumah produksi.
Semua tertulis rapi.
Tiba-tiba dia flapping.
Teman-teman disebelahnya tercengang.
Tiba-tiba dia ketawa sendiri.

"Sssst...... Ryan. Kerjakan tugasnya", kataku. Aku nggak mau dia nampak beda di antara
teman-temannya. Aku nggak ingin dia dianggap aneh oleh temannya.
Aku ingin dia seperti anak biasa.

Anak autis atau bukan, Ryan maupun anak lain adalah muridku.
Mereka masing-masing punya karakter yang unik.