Tuesday, May 13, 2008

Tidur

Sudah dua minggu ini, setiap Senin jam 14.00 - 15.00,
Saya menggantikan salah seorang guru untuk mengajar muridnya.
Guru yang bersangkutan mengalami cedera sehingga ijin untuk beberapa waktu.
Murid ini, seorang anak laki berpipi bulat yang sekolah di Taman Kanak-kanak.
Minggu pertama saya mengajar, di kelas sang anak berkali-kali menguap.
Terjadilah pembicaran sebagai berikut :
Guru : "Jurien ngantuk yaaa. Cape ?"
Murid : "Hmmmm.....".
Guru : "Tadi di sekolah belajar apa ?"
Murid : "Tadi les Kumon".

Dalam hati, pantas saja anak ini kehabisan energi.
Pulang sekolah dilanjutkan dengan les Kumon ( = les matematika metoda Kumon, francise dari Jepang ) kemudian masih disambung lagi dengan les piano selama 1 jam ( = 30 menit praktek dan 30 menit teori ).

Senin ini saya bertemu lagi dengan Jurien.
Di kelas, mulai lagi kejadian menguap berulang-ulang.
Tiba-tiba Jurien menolak main piano, padahal pelajaran baru berlangsung 15 menit.
Matanya tidak fokus dan ingin main lagu dari buku halaman depan, lalu berubah mau
main lagu dari halaman belakang.
Saya mengusulkan apakah Jurien mau menulis saja.
Menulis, maksudnya adalah mengerjakan teori sederhana seperti menggambar not balok dll.
Jurien setuju.
Saya memberinya tugas-tugas dan dikerjakan Jurien dengan hati-hati.
Lalu dia bertanya : "Udah .... aphaa ... lagiiii ?"
Belum sempat saya menjawab, tiba-tiba .... pluk .... Jurien tertidur
dan langsung pulas dan mendengkur.
Saya terpana.
Belum pernah saya mempunyai murid yang jatuh tertidur pada waktu les.
Kalau menghadapi murid yang menangis atau tiba-tiba ingin buang air besar, saya pernah.

Saya menunggu ... saya biarkan ... saya buka pintu, memanggil teman-teman
guru lain ...lapor ke adminstrasi.
Waktu berlalu lebih dari 30 menit, sampai murid saya berikutnya datang.
Saya mengajar Stephanie di ruang lain.
Jurien terbangun. Saya menghampirinya karena dia mengeluh tangannya kesemutan.
Saya pijit-pijit tangannya dan menawarkan untuk pulang saja,
minggu depan dilanjutkan lagi lesnya.

Persoalan selesai ?
Belum.

Kira-kira jam 15.30, ada telpon dari no 02270666***, suara perempuan.
Ibu : "Hallo bu Hani,.... tadi Jurien katanya tidur ?"
Guru : "Iya".
Ibu : "Berapa lama dia les ?"
Guru : "Setelah main piano, lalu dia teori ... terus tidur".
Hening. Lalu, suara Ibu : "Oh ..."

Saya melanjutkan mengajar. Ada telpon lagi.
Ibu tadi : "Hallo bu Hani, Jurien tadi tidur kaaaan".
Guru : "Iyaaa... tadi juga ada guru lain yang lihat".
Ibu : "Tuh denger (bukan berbicara ke saya, karena suaranya menjauh),
Kata bu Hani, Jurien tidur.
( Si Ibu berbicara lagi ke saya )
Dia bilangnya nggak tidur Bu, saya nggak suka kalau dia bohong. Dia memang suka bohong".

Wah, saya jadi serba salah.
Atau tepatnya siapa sih yang salah ?

Guru yang membiarkan muridnya tidur di kelas ?
Murid yang jatuh tertidur karena terlalu lelah les sana-sini ?
Ibu yang memaksakan anak untuk les sana-sini ?
Apakah saya harusnya membangunkan saja murid saya itu ?
Bagaimana saya bisa tega, kalau ada murid mungkin usia 6 tahun ini yang
begitu pulas dan mendengkur, harus saya bangunkan untuk menyimak pelajaran ?
Kalau murid saya ini usianya 8 atau 9 tahun, mungkin saya akan menyarankan
untuk cuci muka agar tidak mengantuk.
Jangan-jangan, nanti di rumahnya, murid tersebut dihukum tidak boleh tidur, karena di kelas sudah tidur.

Senin depan, bisa terjadi beberapa kemungkinan :
1. Murid akan les seperti biasa dan tetap mengantuk.
2. Sang ibu minta ganti jam pelajaran, karena minggu lalu dianggap tidak les,
karena anaknya tidur.
3. Murid berhenti les, karena ibunya menganggap percuma buang uang untuk les,
padahal murid yang bersangkutan tidur.

Padahal .... tidak ada yang lebih nikmat di dunia ini .... yaitu TIDUR.
Dan konon katanya .... tidur siang berguna untuk meningkatkan intelektual.

Sunday Concert at Paris van Java Mall

Banyak yang menyebutkan, bahwa musik klasik adalah musik serius.
Karena belajar musik klasik tidak hanya mempelajari apa yang didengar,
tetapi juga apa yang dibaca.
Membaca not-not balok atau partitur adalah mempelajari ritme, ketukan, nilai ketukan, kecepatan nada sekaligus tahu ketepatan nada dan dinamika
keras lembutnya suara, ditambah getar jari-jari, tekanan tangan dan dorongan lengan plus punggung.
Semuanya jadi satu, semuanya terkoordinasi.
Membaca partitur, faham ritme dan ketukan, serta logika nilai ketukan adalah aktifitas otak kiri,
sedangkan ketepatan nada, dinamika keras lembutnya suara dan perasaan pada lagu adalah aktifitas otak kanan.
Untuk alat musik piano, diperlukan ketrampilan lain, yaitu melaraskan tekanan dan getar jari-jari pada alat dan apa yang yang didengar.
Apalagi, didalam otak manusia, gerak tangan kanan dikendalikan oleh otak bagian kiri dan gerak tangan kiri oleh otak bagian kanan.
Itu sebabnya musik klasik masih tetap dipelajari sampai sekarang, sebagai sarana menyeimbangkan antara aktifitas otak kanan dan otak kiri.

Karena sifat musiknya yang dianggap tidak main-main tadi maka biasanya Konser Musik Klasik diselenggarakan di sebuah gedung yang dilengkapi sistem akustik dan tata suara yang apik.
Audiens harus tenang agar dapat mendengarkan atau lebih dalam lagi, menghayati sajian musik yang disuguhkan.

Tetapi, bagaimana caranya memperkenalkan atau meningkatkan apresiasi masyarakat akan musik, terutama musik klasik ?
Kita semua sekarang hidup di abad dimana semua lapisan masyarakat dituntut untuk menyerap segala sesuatu dengan cepat.
waktu menjadi kendala. Waktu adalah segalanya.
Kita hidup di era budaya pop dan budaya instan.
Tidak ada waktu untuk khusus datang ke pagelaran Konser Musik Klasik.

Tanggal 11 Mei 2008, Sekolah Musik tempat saya mengajar piano mencoba memperkenalkan Musik Klasik ke masyarakat dengan tampil di Mall.
Sebuah tempat yang tidak biasa untuk menggelar Musik Klasik tentunya.

Beberapa minggu sebelumnya diselenggarakan konser-konser kecil intern, untuk menseleksi peserta.
Guru-guru dilibatkan untuk memilih lagu yang pantas untuk dimainkan disebuah keramaian. Pilihannya adalah lagu-lagu bernuansa riang, lagu-lagu klasik yang sudah tidak asing lagi dan beberapa lagu pop.
Beberapa murid bermain solo dengan variasi alat musik antara lain : piano, flute, saxophon, gitar.
Beberapa guru terlibat sebagai pengiring murid-murid yang memainkan alat musik tiup, gesek maupun vokalis.
Kemudian orkestra dibentuk yang terdiri dari beberapa biola, flute, saxophon, clarinet dilengkapi cello, contrabass dan piano.
Aransemen diciptakan, semuanya untuk mengiringi 2 penyanyi cilik yang terpilih dari jurusan vokal.
Lokasi di mall ditentukan, panggung kecil dibangun, tata-ruang (layout) orkestra disusun.

Pengunjung Mall datang dan pergi. Pengunjung yang kebetulan lalu-lalang, sejenak berhenti dan menonton.
Apabila ada anak-anak kecil yang bermain dengan bagus, maka pengunjung berkerumun.
Begitu pula pada waktu orkestra digelar mengiringi Alicia dan Lousia menyanyikan "Balerina" nya Sherina dan "Sempurna" nya Andra & the Backbone.
Kerumunan pengunjung bertambah dan aplaus diberikan kepada mereka.
Keduanya jadi primadona.

Mudah-mudahan apresiasi pengunjung juga bertambah.