Tuesday, September 30, 2008

mudik

Minggu sore Ruminah alias Minah alias siNah atau Xena mudik.
Dia satu-satunya di rumah yang mudik.
Karena kami sekeluarga lebaran di Jakarta.
Ke Jakarta kan bukan mudik atau ke udik.
Biasanya Minah, yang ikut keluarga kami sejak 1996,
pulang ke Kebumen.
Tapi, tahun ini dia terpaksa ke Madiun.
Berhubung anak perempuan satu-satunya ikut suaminya di Madiun.
Terpaksalah dia ke Madiun, dalam rangka silaturahmi dengan
anak-mantu-cucunya.

Begitu Minah pergi, maka ibu melakukan sidak ke dapur dan
wilayah belakang.
Nasi aronan sudah siap untuk ditanak.
Lalu pembagian tugas rumahtangga.
Buka puasa, disiapkan bersama.
Membuat teh, menghangatkan kolak, menata piring.
Sholat jama'ah.
Makan malam.
Ibu menggoreng udang. Daru membuat salad dressing,
sesuai dengan resep Chef Bara dari TV.
Apsaras menghangatkan gulai Padang.
Bapaknya memotong buah, untuk Fruitsalad.
Tak soal, apakah menu malam ini cocok satu sama lain atau tidak.
Dipilih saja mana yang akan disantap terlebih dahulu.

Lalu, siapa cuci piring ?

Besok, ibu cuci baju. Daru bilas dan mengeringkan, karena
pakaian basah jadi berat dan itu tidak bagus untuk punggung ibu.
Apsaras menjemur.
Kapan-kapan, Apsaras menyapu, Daru mengepel.
Setrika bagian ibu. Kalau bosan, silahkan anggota keluarga lain
setrika baju masing-masing.
Memasak bagian ibu.
Sekali-sekali anggota keluarga memasak dengan resep andalan masing-masing.
Jangan lupa bikin kue-kue, semacam Chiffon Cake Ketan Hitam
kesukaan Pelangi, mau coba juga resep kue kering.
Kebun, tanaman dan kendaraan, bagian bapaknya.

Lalu, siapa cuci piring ?

Padahal, Minah kalau mudik suka-suka.
Kembali ke Bandung, bisa 2 minggu lagi, bisa juga 1 bulan lagi.

Saturday, September 20, 2008

Bu Bar

Hari-hari terakhir, anggota keluarga di rumah koq yaaa pada
sibuk Bu Bar, alias Buka Puasa Bareng.
Beberapa hari y.l Apsaras bubar temen di kampus.
Besoknya bubar geng SMU, alasannya ada yang ulangtahun.
Pulangnya selalu malem banget, bikin deg-degan.

Bapaknya bubar dengan temen dosen. Apsaras diajak.
Besoknya nonton pameran disambung dengan bubar juga.

Hari ini.
Bapaknya bubar temen SMP.
Ibunya bubar di kantor.
Daridaru bubar temen futsal.
Apsaras bubar temen SMU.

Pulang ke rumah sepi. Makan malam sendirian.
Karena tadi bubarnya berupa kue-kue.
Setelah sebelumnya rapat dulu.

Besok-besok, udah ada undangan tuh untuk bubar lagi.

Thursday, September 18, 2008

Audiensi

Hari Selasa siang, saya mendapat sms dari teman di kantor.
"Bapak ibu besok mhn datang jam 12 pas di kampus, kita
ada audiensi dg Ketua DPRD kota Bdg di gedung DPRD.
Acara peluang dan tantangan mengelola anak yatim dan dhuafa".

Memang, kampus tempat saya mengajar sedang ada masalah
dalam pengelolaannya.
Jumlah mahasiswa menurun, karena kerasnya persaingan.
Ditengah krisis seperti itu, tiba-tiba ada ide dari salah
seorang dosen, bagaimana misalnya kampus kami menerima
mahasiswa baru dari kalangan anak yatin dan dhuafa.
Harapannya adalah kampus menjadi hidup lagi.
Lalu bagaimana dengan sumber dana operasionalnya ?
Karena program anak yatim - dhuafa ini, kami menyebutnya
Program Beasiswa, yang pasti-pastinya menawarkan biaya
SPP yang murah.
Lalu, bagaimana dengan kekurangan dana yang harus ditanggung ?

Melalui kerjasama dengan beberapa Pesantren di kota Bandung,
program ini memang tergolong sukses.
Melalui tes masuk seperti mahasiswa baru lainnnya, maka
Mahasiswa Beasiswa ini kuliah di kampus kami.

Nah, entah bagaimana caranya .... ada diantara teman
dosen yang mempunyai koneksi ke Ketua DPRD.

Audiensi ... yang artinya kunjungan kehormatan.
Jadilah, kami merasa terhormat karena diberi waktu
untuk bertemu dengan Ketua DPRD.
Saya yang seumur-umur tidak faham dengan politik, walaupun
selalu memilih, baru sekarang menginjakkan kaki di
kantor Dewan. Apalagi diterima di Ruang Rapatnya.

Tujuan kami untuk audiensi, adalah menjelaskan Program
Beasiswa kami tersebut.
Pertanyaan besar dari Bapak Ketua adalah, bagaimana
menutup biaya operasional ?
Lah, yaaa maka dari itulah Pak, kami itu menghadap.
Akhirnya beliau menawarkan beberapa langkah.
Yang jelas bukan memberi uang, karena memang tidak ada uang.

Semoga langkah-langkah yang beliau tawarkan bisa segera
kami tindaklanjuti.
Dan Insya Allah niat tulus teman-teman saya di kampus untuk
memelihara dan merawat anak yatim - dhuafa, justru
mendatangkan keberkahan.

Wednesday, September 10, 2008

tarif dokter

Adik perempuan saya, baru-baru ini menjalani perawatan
gigi ditempat praktek dokter gigi, yang biayanya luar biasa
mahal dan kesannya "menodong".
Iya, karena adik saya mendaftar, kemudian dirawat tanpa
mendapat kesempatan membicarakan metoda perawatan yang
nyaman dilakukan adik saya.
Akhirnya, adik saya harus membayar 450ribu sekali perawatan,
dan harus datang lagi.
Pada perawatan berikutnya ternyata harus membayar jumlah
tanpa mendapat penjelasan berapa kalikah adik saya harus datang.

Beberapa waktu lalu, jauh sebelum ini, saya pernah membawa
Apsarasapsari ke dokter gigi juga.
Dokter menjelaskan bahwa ada lubang kecil, kemudian akan ditambal
dengan sejenis resin amat kuat.
Saya menanyakan dulu, berapa biayanya, untuk tambal gigi.
Dijawab 150ribu. Saya mengiyakan sambil, mengingat-ingat berapa isi
dompet saya.
Karena sayapun tak menduga biaya perawatan gigi semahal itu.

Pada kesempatan lain, saya memeriksakan diri ke ahli penyakit kandungan,
untuk keperluan pap smear, yang sudah lama tidak saya lakukan.
Karena saya pindah dokter, saya tanyakan ke suster di bagian pendaftaran.
Berapa biaya berobat ke dokter S.
Dijawab, kalau konsul 125 ribu, kalau papsmear sekian ratus ribu, kalau
tindakan 250 ribu.
Kembali saya mengingat-ingat isi dompet.
Lalu berjalan dulu ke ATM terdekat.
Ternyata pada saat pemeriksaan, ada sejenis abses dan harus dilakukan
tindakan segera.
Saya kemudian diberi resep antibiotik dosis tinggi
Papsmear bahkan tidak jadi dilakukan, menunggu diagnosa ini sembuh.
Pada akhirnya saya harus membayar, 250ribu karena tadi dilakukan
tindakan, dan menebus resep sebesar 225ribu, total 475ribu.

Pada kesempatan lain, saya batuk dan sakit perut bila BAK.
Karena PNS, saya coba ke Puskesmas di dekat rumah.
Saya mendaftar dengan menunjukkan kartu Askes.
Dokter ada dua. Salah satunya bagian Balita.
Nama saya dipanggil, ternyata oleh dokter yang dibagian Balita.
Menurut penjelasannya, supaya cepat, jadi pemeriksaan paralel.
Dokter mengukur tekanan darah sambil menanyakan keluhan saya.
Sambil berkomentar bahwa tekanan darah saya rendah, 90/60,
beliau menulis resep.
Tiga jenis obat ditulis, obat batuk cair, antibiotik dan analgesik.
Pemeriksaan berjalan cepat, tanpa dokter menyentuh saya.
Obat saya ambil di ruang obat.
Saya yakin obat ini obat generik.
Saya pulang, tanpa membayar apa-apa lagi.
Tentu saja ....sebetulnya kan gaji saya sudah dipotong tiap bulan.
Dalam waktu 5 hari saya sembuh.

Jadi sebetulnya berapa tarif dokter atau biaya rawat jalan ?
Lalu, bagaimana sih memeriksa pasien yang benar ?
Apakah tarif mahal maka lebih teliti daripada pemeriksaan di Puskesmas ?

Monday, September 01, 2008

histerektomi

Sebuah pesan pendek di telpon genggam membuat jantung saya
serasa berhenti berdetak.
"..... sedang menguatkan hati, untuk operasi angkat rahim".
Pesan tersebut datang dari teman dekat saya di kantor.
Usianya hanya terpaut 1 tahun lebih muda dari saya.
Cepat saya menelpon ke rumahnya.
Di seberang sana, teman saya tersedu-sedu bercerita kronologis
kesehatannya.
Keluhan terakhir hanyalah haid yang lebih lama daripada
sebelum-sebelumnya. Kali ini berlangsung selama 16 hari.
Praktis tidak ada keluhan istimewa, bahkan tidak ada rasa sakit.
Penyakitnya "Hiperplasia Endometriosis Sel Simple".
Saya harus mencarinya ke Mr.Google, supaya sungguh-sungguh jelas.

Dokter yang merawatnya menganjurkan pengangkatan rahim, karena
berdasarkan pengalaman dan statistik, 1 % berubah menjadi
kanker ganas.
Sebuah angka yang sangat kecil. Tapi tidak ada jaminan, bahwa
teman saya bukan termasuk yang 1 %.
Apalagi, endometriosis sudah diidap teman saya sejak tahun 2000.

Sikap kehati-hatian dan waspada, dituntut pada perempuan masa kini.
Setiap ketidakbiasaan harus selalu diwaspadai sebagai sebuah
gejala yang bukan sembarangan.
Apalagi, kanker selalu dateng dengan diam-diam.

Teman saya agak tenang, setelah saya ceritakan, bahwa ibu saya telah
dioperasi histerektomi ( pengangkatan rahim ) juga.
Ibu saya dioperasi di usia 50 tahun, dan sekarang beliau 83 tahun.

Ada hikmah yang harus diambil.
Bahwa teman saya masih diberi kesempatan untuk mengobati sakitnya.
Apa jadinya, kalau teman saya mengabaikan intuisinya .....
memutuskan : "periksa aahhh"...... hanya karena haid yang 16 hari itu.
Hikmah lainnya, Insya Allah di bulan puasa ini, puasa teman saya
tidak batal karena haid.