Tuesday, March 04, 2008

Festival Game Tech dan Animasi 2008

Akhir minggu yang lalu, saya ikut suami yang mendapat tugas sebagai moderator sebuah seminar di kampus Politeknik Seni Yogyakarta.
Rencana semula, sementara suami berseminar maka saya akan menyusuri Malioboro belanja -belanji.
Rencana tersebut buyar, karena ternyata kampus tersebut terletak di Jl. Kaliurang Km 13,5 - Klidon - Sukoharjo Ngaglik - Kab. Sleman - DIY.
Karena untuk khusus ke kota harus menunggu pinjaman mobil atau menyewa taksi dengan ongkos Rp 45.000,- sekali jalan ( tarif argo ), dan menurut saya cukup mahal, jadilah selama tiga hari saya menjadi peserta pasif kegiatan tersebut.

Acara yang berlangsung dari tanggal 1 - 3 Maret 2008 tersebut merupakan rangkaian kegiatan Lomba Game Tech & Animasi yang diperuntukkan bagi Siswa SMU, Mahasiswa dan Umum berhadiah total 50 juta rupiah, tanpa biaya pendaftaran dan dapat mendaftar secara on-line.
Kemudian ada rangkaian Workshop Game Tech & Animasi yang dipandu oleh dosen-
dosen dari ITS, ITB dan Asosiasi Industri Animasi.
Selanjutanya ditutup oleh Seminar dan penyerahan hadiah.

Apa itu Lomba Game Tech dan Animasi ?
Selama saya menyimak para pejabat memberikan sambutan di acara pembukaan yang
didukung oleh 6 Departemen tersebut (DepDikNas, DepBudPar, DepKominfo, DepPerind, Ristek dan DepAg), saya teringat kawan blog saya.
Seorang ibu yang risau dengan putranya yang kecanduan game.
Ternyata sebuah pendekatan lain dibuka oleh pakar didukung oleh pemerintah dan kelompok masyarakat penyuka game melalui sebuah ajang yang bertema "Kreativitas Seni dan Teknologi melalui Game Tech dan Animasi untuk kesejahteraan hidup".
Para pakar tersebut mempunyai kerisauan yang sama sebetulnya dengan ibu Lita,
kawan blog saya tersebut. Bahwa game telah menjadi candu, bahwa game telah
menciptakan atmosfer negatif di kehidupan anak-anak.
Lalu, para pakar tersebut mencoba membalikkan godaan game tersebut menjadi tantangan.
Tantangan untuk menciptakan game lain yang memuat nilai edukasi.
Salah satu pakar dan termasuk salah satu jurinya, seorang Doktor lulusan Jepang dengan kajian Video & Image Processing, mempunyai pemikiran menciptakan Pedagogic Game atau Edu-Game.
Bagaimana menciptakan materi ajar Matematika sehingga mudah diserap dan memotivasi anak agar menyukai Matematika.
Beliau juga staf pengajar di Pasca Sarjana Jurusan Teknik Elektro ITS 10 November Surabaya dengan bidang keahlian Game Technology.
Ternyata untuk menciptakan game perlu keilmuan khusus setingkat insinyur Elektro bahkan berguru sampai ke Jepang dan Korea.
Lihat juga game-game ciptaan anak bangsa.

Salah satu pembawa makalah dalam seminar, seorang dosen DKV - ITB yang baru lulus pasca sarjana di Korea, menjelaskan bahwa dengan animasi dan penciptaan tokoh yang dekat dengan masyarakat maka pesan-pesan moral dapat disampaikan dengan lebih tepat sasaran.
Sementara sebagian besar anak-anak kita hanya mahir sebagai pengguna produk-
produk game dari Korea tersebut. Siapa yang tak kenal dengan Ragnarok ? World Warcraft ? Dark Avatar ?
Adakah dari kita yang pernah memikirkan Avatar baru, produk dan ciptaan bangsa sendiri ?
Ternyata dengan diadakan Lomba Game Tech dan Animasi, yang telah diselenggarakan sejak tahun 2006 ini, menciptakan kreator-kreator baru yang berbakat.
Siapa yang mengira kegiatan lomba yang diikuti oleh 150 peserta tersebut, 100 diantaranya adalah peserta kategori siswa SMU.
Konten cerita dan kreatifitasnya luar biasa, walaupun teknik animasinya masih sederhana, mereka mampu menciptakan game-game menarik.

Tema lomba "Pembelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Seni Budaya melalui Game Tech dan Animasi" melahirkan judul-judul game maupun iklan layanan masyarakat yang menggelitik semisal :
"Berhati-hatilah saat berkendaraan"
"PR adalah mimpi buruk untuk kebaikan"
"Ayo Semangat Belajar"
"Fruit of Math"
"Petualangan si Bimo"
"Kisah Surabaya" dll.

Mengingat kembali kerisauan banyak orangtua dan guru tentang kecanduan anak-anak kita terhadap game, saya melihat bahwa tugas orangtua semakin berat.
Karena anak-anak tidak lagi menjadikan orangtua sebagai panutan.
Mereka mempunyai tokoh-tokoh imajiner atau avatar tadi sebagai idola baru.
Tetapi, mengamati kegiatan Lomba dan Seminar Game Tech & Animasi y.l., terbentang luas profesi-profesi baru yang mudah-mudahan menantang para pecandu game tadi.
Melalui bantuan orangtua atau guru, anak-anak yang semula hanya pengguna game,
mudah-mudahan dapat diarahkan menjadi mencipta game.
Bisa saja cita-cita seorang anak tidak lagi, "aku mau jadi dokter - jadi pilot - jadi insinyur - jadi guru dll", mungkin berkembang "aku mau jadi kreator game - kreator tokoh/ikon - ilustrator musik game".
Sang ibu dengan arif bisa menjawabnya begini : "Oh, boleh Nak. Untuk itu harus rajin belajar, ada sekolahnya koq. Harus sarjana Elektro dulu nanti magister Game Technology. Atau sarjana Senirupa kemudian melanjutkan magister Animasi".
Bahkan di Korea, sekolah tersebut setingkat SMU.

1 comment:

Lita Uditomo said...

keren banget tulisannya, mbak ! ;)
boleh saya link ya..

setuju banget, mbak..
memang, kami juga ngga pernah melarang anak-anak untuk main game, asalkan bisa menunjukkan manfaat dari main game online.

salah satu bentuknya adalah ya spt yg mbak Hani tulis..bisa bikin game sendiri !

thanks ya, mbak..