Tuesday, April 01, 2008

Guru + Murid = Partner

Tiba-tiba HP saya berbunyi tanda ada sms masuk.
Tertulis : "Bu, kapan kita latihan duet lagi ?"
Pesan singkat tersebut berasal dari Bellia, salah seorang murid
piano saya.
Bellia boleh dikatakan murid pertama dan terlama saya.
Dia belajar piano pertama kali sejak kelas 5 SD dan sekarang sudah
mahasiswa tingkat I.
Walaupun dia sudah tidak menjadi murid saya lagi, tapi diajar langsung
oleh ibu Indra, pemilik sekolah musik tempat saya mengajar, hubungan
saya dan Bellia tetap baik.
Apalagi Bellia sekarang juga menjadi guru magang.
Saya memang pernah mengajaknya untuk mencoba komposisi karya W.A.Mozart - Sonata in D major - K.448.
Sebuah komposisi yang diciptakan untuk dua piano.
Ternyata Bellia sangat semangat dan sering mengajak saya untuk mencoba latihan bersama.
Bellia memainkan Piano 1, sedangkan saya Piano 2.

Beberapa kali memang saya sering mengajak sesama guru untuk mencoba komposisi duet, tapi lebih sering komposisi 4 tangan untuk 1 piano ( four hands for 1 piano ).
Kalau komposisi untuk 2 piano, selain partiturnya lebih sedikit, untuk berlatih bersama tentunya membutuhkan 2 piano dengan tune ( suara ) yang betul-betul sama nadanya.
Jawaban saya : "Rabu pagi jam 9.00 bisa nggak ? Jam 10 saya harus ke kampus".
Bellia : "OK".

Wah, saya yang memutuskan, saya yang kelabakan sendiri. Berarti saya harus latihan.
Padahal kalau sudah sampai rumah, berarti urusan rumah-tangga menunggu.
Latihan piano menjadi bagian nomor ke sekian dari semua urusan yang satu persatu harus diselesaikan.
Tiga malam saya latihan, ada bagian-bagian sulit, saya menyebutnya "tiga bar itu", dimana tangan kiri kromatik, tangan kanan sinkope.
Terakhir latihan bersama, telinga saya terpengaruh oleh Piano 1, sehingga saya kacau balau sendiri dan salah main.

Rabu pagi sesuai perjanjian, kami akan berlatih di sekolah musik, biasanya kami latihan di showroom. Kebetulan sekolah musik tempat kami mengajar juga menjual piano.
"Seberapa Bu ?"
Maksud Bellia adalah, tempo ketukannya seberapa cepat.
"Segini ?" Sambil saya mengucapkan satu-dua-tiga-empat,untuk Tempo Allegronya.

Bar demi bar lancar. Ada yang berhenti, kemudian setelah ketukan ke-4 diulang lagi.
Terutama mendengarkan dinamika, kapan bagian Bellia yang suaranya lebih keras, kapan bagian saya yang dominan.
Bagian "keramat", si 3 bar itu, di bagian A (Exposition), aman, saya tidak terpengaruh Piano 1.
Tapi di bagian B (Development), saya kacau balau lagi.
Wah, gawat .... penjariannya kacau, jadi terbawa kacau.
Saya berhenti sesaat, untuk pada bar-bar berikutnya saya menyamakan lagi permainan Bellia.
Sulitnya kalau bermain duet.
Pertama tidak boleh salah baca.
Ketukan atau menghitung harus akurat, tidak boleh susul menyusul.
Kalau salah pantang diulang, harus segera mengejar permainan partner dan masuk lagi untuk main bersama kembali.

Biasanya kalau bermain duet untuk 1 piano, saya memainkan bagian Secondo, jadi lebih banyak berfungsi sebagai pengiring.
Sedangkan komposisi 2 piano, kekuatannya sama.
Dinamika harus betul-betul kompak.
Jujur saja, Bellia bermain lebih baik daripada saya.
Bahkan menurut ibu Indra yang pernah mendengarkan kami berlatih, power Bellia lebih baik daripada saya. Menurut beliau karena Bellia masih muda.
Ha..ha.. saya maklum saja, karena memang Bellia beberapa dekade lebih muda daripada saya.
Apapun komentar pendengar, dan memang harus dikomentari, karena kami bermain
untuk didengarkan ...... saya senang berlatih dengan Bellia.
Dulu murid, sekarang partner .... yang membuat saya punya target untuk latihan.

No comments: